Facebook | Contact Us Copyright 2010. www.softkid.net . All Right Reserved


Sabtu, 06 Agustus 2011

Apakah Kita Harus Berperang Dengan Malaysia?

Beberapa kali saya menilik ke stasiun televisi, hal yang saat ini sedang memanas adalah kasus perebutan Blok Ambalat oleh Indonesia dan Malaysia. Banyaknya kecaman-kecaman publik Indonesia di situs jejaring sosial Facebook pada Malaysia dengan gerakan anti Malaysia.
Ada apa dengan Blok Ambalat? Mengapa Blok Ambalat menjadi begitu berharga bagi keduanya, khususnya bagi Indonesia? Apakah karena minyak bumi yang berlimpah di dalamnya? Sehingga kita harus mati-matian mempertahankannya?
Bukan, bukan karena apapun yang terkandung di dalamnya. Melainkan demi mempertahankan kedaulatan Bangsa kita, Bangsa Indonesia. Dengan melepaskan Ambalat, kita hanya akan mengulangi kesalahan kita ketika Sipadan-Ligitan terlepas dari Bumi Indonesia!
Hal yang ingin saya cermati disini adalah, tentang efek yang timbul di masyarakat Indonesia berkenaan dengan konflik Blok Ambalat ini. Seperti yang saya katakan di atas, begitu banyak kecaman publik yang saya lihat belakangan ini ke Malaysia, dari Bangsa Indonesia. Mulai dari kecaman di dunia maya hingga demonstrasi anti Malaysia yang banyak dilakukan kaum muda Indonesia belakangan ini. Hal yang paling saya cermati adalah mengenai semakin sering munculnya kata-kata MALINGSIA di dunia maya dan pembakaran bendera negara Malaysia.
Saya pribadi mengatakan bahwa hal-hal itu adalah TIDAK BENAR!
Pembakaran Bendera MalaysiaBukan karena saya tidak Nasionalis dan membela Malaysia. Akan tetapi karena hal itu bukanlah hal yang patut dibenarkan. Memang banyak Tenaga Kerja Indonesia yang disakiti di Malaysia, banyak diantaranya kembali ke Indonesia dalam kotak kayu dan tak bernyawa. Namun itu bukan alasan untuk membakar bendera mereka. Malaysia bukanlah Israel yang membantai ribuan umat Muslim di Palestina. Malaysia hanyalah sebuah negara yang berusaha menutupi kesalahan yang dibuat oleh anak bangsanya, SAMA sepeti kita, Indonesia. Bukan alasan mengatai mereka Malingsia ketika mereka menyumpahi kita Indonsial.
Bayangkan saja dua orang preman bersinggungan di tengah jalan, saling tersinggung satu sama lain dan tak ada yang mau mengalah. Yang satu mengatai yang lain dengan panggilan Babi, dan yang satu lagi memanggil dengan makian Anjing. Apa yang terjadi mudah ditebak, keduanya akan berakhirbabak belur saling sikut dan tendang. Apa manfaatnya? Tak ada! Kelebihannya? Tak ada! Kedua-duanya hanya mementingkan ego masing-masing. Ingat, yang waras mengalah!
Yang perlu kita tengok jauh lebih dalam lagi, berkenaan dengan kesiapan kita untuk maju berperang dengan negara tetangga kita, adalah apakah kita sudah pantas, mengangkat senjata mempertahankan kedaulatan bangsa kita ketika dari dalam bangsa kita sendiri masih terpecah belah. Ketika anak bangsa kita sendiri masih senang mempermalukan diri mereka dengan saling adu kekuatan. Saya ingat ketika menonton di salah satu stasiun televisi swasta, ketika salah seorang calon presiden RI 2009-1014 mengatakan bahwa Bangsa Indonesia adalah bangsa yang santun dan membenci kekerasan. Saya katakan, itu adalah kebohongan publik yang sangat besar. Bangsa kita adalah bangsa yang senang dengan kekerasan.
Tawuran 02Gambar disamping ini cukup menjelaskan bagaimana kekerasan telah mendarah daging di nadi orang Indonesia saat ini. Dan parahnya lagi, kita sepertinya bangga akan hal ini. Orang-orang kita, lebih senang memperhatikan hal-hal yang terekspose oleh media, hal-hal yang diberitakan di televisi atau media massa lainnya. Mereka melupakan hal-hal mendasar yang setiap hari terus menggerogoti kekuatan bangsa ini. Ingat, Indonesia pernah menjadi kuat bukan karena senjata yang mereka genggam. Indonesia pernah memenangkan kedaulatan negeri ini dengan tekad dan semangat untuk menjadi lebih baik. Dan sepertinya, orang-orang Indonesia saat ini melupakan hal itu. Kekerasan, adalah hal yang dihalalkan di Indonesia saat ini. Apakah dalam kondisi seperti ini, bangsa kita siap berperang?
Satu hal lagi yang paling mencolok, perlu diingat bahwa peperangan tak hanya mengandalkan tekad dan semangat ‘45 yang membara. Peperangan membutuhkan kemampuan orang-orang yang terlatih dan juga alat. Alat yang mendukung peperangan, atau biasa disebut senjata. Apakah persenjataan militer kita cukup memadai untuk beperang melawan Malaysia? Dengan anggaran belanja militer sebesar US$ 3,6 juta pada 2008, dan hanya menempati urutan ke-33 dari prioritas anggota dewan, bagaimana kita mampu mengadakan persenjataan yang memadai bagi TNI?
MiliterMampukah kita bertarung dengan skuadron Sukhoi SU-30 milik Malaysia, dengan ‘kurang dari satu skuadron Sukhoi SU-30’ milik Indonesia. Saat ini kita hanya memiliki 7 buah Sukhoi SU-30 yang dibeli dari Rusia seharga US$ 43 juta per unitnya. Sedangkan TNI-AU merencanakan untuk memiliki satu skuadron tempur Sukhoi SU-30 sebanyak 10 buah. Berarti TNI-AU memerlukan 3 buah Sukhoi SU-30 lagi untuk melengkapi satu skuadron tempur Sukhoi SU-30nya. Tapi mau dikata apa, dengan budget US$ 3,6 juta itu mungkin TNI-AU hanya mampu membeli ekor pesawat sebuah SU-30. Itupun dengan melupakan kenyataan bahwa US$ 3,6 juta ini harus dibagi bersama kesatuan-kesatuan di TNI. Menyedihkan? Tanya kenapa…
Bagaimana kita bisa berperang, atau minimal mempertahankan diri dari gangguan dalam dan luar negeri, jika para petinggi kita tak ingin mengalokasikan dananya untuk memperkuat ketahanan Militer bangsa ini. Mereka mungkin lebih baik mengucurkan dana di sektor yang lain karena lebih mudah untuk mereka nikmati cipratan-nya. Malu, melihat 17, 504 buah pulau yang tak bisa dilindungi dengan baik oleh TNI. Jangan salahkan Malaysia melanggar kedaulatan negara kita jika para pemimpin kita masih mengecilkan arti dari kedaulatan itu sendiri!
Kembali ke pertanyaan yang paling substansial, Haruskah kita berperang dengan Malaysia? Siapkah kita menanggung beban akibat peperangan dengan Malaysia? Lain kali, berfikirlah dengan baik sebelum berteriak-teriak. Untuk saat ini, saya katakan saya sangat siap jika harus berperang dengan Malaysia. Saya akan memulai peperangan saya, dengan memilih pemimpin yang memang berkeinginan merubah Indonesia, siapapun itu. Karena dengan tidak memilih, saya hanya akan jadi kumpulan pengecut yang hanya berani bersembunyi di balik layar komputer!
Terima Kasih

Kamis, 04 Agustus 2011

THE "NANNY"

Awalnya aku selalu kagum dengan sosok the nanny dalam serial reality show tentang problematika pengasuhan anak di salah satu stasiun televisi swasta. Apalagi serial barunya dengan judul “SUPER NANNY” yang artinya dia pengasuh yang lebih luar biasa lagi, karena bisa untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang berat dalam pengasuhan anak. Luar biasa menurutku pada waktu itu…
Sambil terus menikmati acara tersebut, fikiranku mulai melayang-layang. Yang awalnya perhatianku hanya ficus pada sosok the nanny yang sabar dan tegas, perhatianku kemudian berpaling pada, bagaimana karakter keluarga dan anak-anak yang bermasalah tersebut.
AstaghfirulLoh, ternyata kenakalan anak-anak tersebut di luar kewajaran. Dalam tanyangan tersebut yang paling sering aku jumpai adalah, anak-anak yang selalu mengumpat kepada orang tuanya, anak-anak yang tidak bisa menghargai orang tua mereka, sesama saudara saling menyakiti seperti seorang kakak menarik kursi adeknya yg sedang duduk di meja makan, atau berteriak-teriak dengan kata-kata kasar dan kotor. Belum lagi saling memukul satu dengan yang lainnya, tidak mau mengalah, menumpahkan makanan di meja makan, meludah kepada orang tua. masyaAlLoh, sungguh luar biasa dan di luar kewajaran kenakalan-kenakalan mereka. saya juga sering menemui kenakalan pada anak-anak di sini, seperti menangis bila meminta sesuatu, berebut mainan, tidak bisa merapikan mainan. Tapi untuk sikap tidak hormat pada orang tua dan mengupat pada orang tua tidak (belum – semoga saja tidak) saya temui. Paling tidak kata-kata yang keluar sungguh sangat kasar sekali. Hmmm…. saya jadi berfikir, wajar sekali hal tersebut akan terjadi. Dalam bingkai pendidikan anak keluarga mereka, mereka tidak memiliki gambaran akan di jadikan atau di bentuk menjadi apakah anak-anak mereka kelak.

Anak adalah ibarat kertas putih, ingin di torehkan warna apa orang tualah yang memiliki peranan yang sangat besar. Dalam keluarga barat, orang tua tidak berperan terlalu besar terhadap anak-anak, malahan lebih terkesan mereka hanya sebagai yang melahirkan saja, sedangkan untuk urusan selanjutnya tentang dia akan hidup seperti apa, akan beragama apa, akan di serahkan sebesar-besarnya kepada anak dengan dalih KEBEBASAN (Liberalisme). Jadi tidka jarang kita akan melihat dalam potret keluarga barat, ada juga keluarga islam yg mengambil gaya hidup barat dalam 1 keluarga bisa beraneka ragam agama ada disana dan dianggap merupakan hal yang biasa-biasa saja.
Dalam pandangan islam, anak adalah amanah yang ALLAH berikan kepada orang tua, yang namanya amanah pasti akan ada pertanggung jawaban disana. Bahkan di dalam islam salah satu investasi abadi (dunia-akherat) adalah anak itu sendiri, dan tentunya bukan anak yg mejadi dokter, anak yang menjadi insinyur atau menjadi artis yg jadi investasi kita di dunia dan akherat tapi anak-anak yg kita didik dan menjadi anak-anak yang sholih/ah. Amin…
Anak yang Allah amanahkan pada kita bukanlah robot. Yang bisa kita dengan semau kita menyuruh ini dan itu tanpa memperhatikan perasaan mereka. Anak juga bukan hewan ternak atau hewan pekerja yang harus kita pukul terlebih dahulu baru mereka menurut, atau harus kita marahi terlebih dahulu baru mereka mau mengerjakan sesuatu. Bukan bunda, anak kita adalah makhluk ciptaan Allah yang Allah memberikan potensi akal, naluri (gharizah) dan juga kebutuhan jasmani (hajatul udawiyah), sehingga anak-anak kita adalah manusia-manusia yang bisa kita ajak berbicara/berkomunikasi, bisa kita ajak ikut merasakan, dan bisa kita ajak berfikir.
Tapi mendidik anak memang bukanlah hal yang mudah, oleh karena itu Allah memberik ganjaran pahala yang tiada terkira. Dan ingat, peran dalam mendidik anak adalah ada pada kedua orang tuanya, bukan pada televisi, bukan pada kaset VCD, bukan pada baby sitter, bukan juga pada ibu/bapak kita (nenek anak2 kita), bukan pula pada institusi pendidikan. Orang tualah yang bertanggung jawab untuk mendidik mereka, dan ibu yang memilki peran yang lebih besar.
Maka jadilah madrasah pertama bagi anak-anak kita, berikan tauladan terindah kita untuk mereka. Didiklah mereka sedari dalam kandungan, bahkan mungkin sedari mereka belum di titipkan di rahim kita dengan cara banyak-banyak bertaqqorub (mendekatkan diri) kepada Allah, melalui sholat, ibadah sunah, tadarus al qur’an, membaca buku-buku yang bermanfaat terkait pendidikan anak dan tumbuh kembang anak, melengkapi dengan ilmu-ilmu agama. InsyaAllah, anak sholih/ah akan terlahir dari ibu-ibu yang sholihah juga. Amin. insyaAllah. Wallahu’alam bi showab

Memantapkan tauhid dengan mempelajari alam semesta

Untuk menguatkan lagi tauhid kita dan sekaligus mengakui bahawa Allah swt adalah pencipta tunggal alam semesta ini, adalah dengan mempelajari serta memerhatikan kehebatan dan keajaiban seluruh alam ciptaan-Nya. Dengan mempelajari ilmu astronomi, kita akan insaf dan kagum melihat bagaimana teraturnya kejadian serta jalannya matahari, bulan dan planet-planet di ruang angkasa. Ternyata bahawa sedalam manapun ilmu kita, tidak akan dapat merungkai rahsia seluruh alam semesta ciptaan Allah.

Begitu juga apabila kita mempelajari serta mendalami ilmu anatomi batang tubuh manusia. Kita tidak dapat tidak, pasti akan mengakui betapa ajaibnya penciptaan batang tubuh manusia. Maka terbuktilah bahawa manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna.

Sebagaimana firman Allah swt di dalam surah at-Tin ayat 4 yang bermaksud:
"Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya(dan berkelengkapan sesuai dengan keadaannya)"

Maka dengan segala macam ilmu tentang alam semesta ini akan memberikan gambaran yang jelas kepada kita bahawa mustahil terciptanya segala macam kejadian di dunia ini dengan sendirinya, pasti ada penciptanya yang Maha Hebat lagi Maha Bijaksana. Itulah Allah swt. Zat tunggal yang diajarkan di dalam Quran. Dan akhirnya, manusia dengan segala macam ilmu yang dipelajarinya akan sujud tafakur mengakui kehebatan Allah awt, pencipta tunggal alam semesta ini. Oleh sebab itu, pintu untuk mempelajari ilmu pengetahuan dibuka selebar-lebarnya.

Firman Allah swt yang bermaksud:
"Sesungguhnya pada kejadian langit dan bumi, dan (pada) pertukaran malam dan siang, dan (pada) kapal-kapal yang belayar di laut dengan membawa benda-benda yang bermanfaat kepada manusia, demikian jua (pada) air hujan yang Allah turunkan dari langit lalu Allah hidupkan dengannya tumbuh-tumbuhan di bumi sesudah matinya, serta ia biakkan padanya dari berbagai jenis binatang, demikian juga pada peredaran angin dan awan yang tunduk (kepada kekuasaan Allah) terapung-apung diantara langit dengan bumi, sesungguhnya (pada semuanya itu) ada tanda-tanda (yang membuktikan kekuasaan Allah, keesaan-Nya, kebijaksanaan-Nya dan keluasaan rahmat-Nya) bagi kaum yang (mahu) menggunakan akal fikiran"
(Surah al-Baqarah, ayat 164)



Kata Islam merupakan penyataan kata nama yang berasal dari akar triliteral s-l-m, dan didapat dari tatabahasa bahasa Arab Aslama, yaitu bermaksud "untuk menerima, menyerah atau tunduk." Dengan demikian, Islam berarti penerimaan dari dan penundukan kepada Tuhan, dan penganutnya harus menunjukkan ini dengan menyembah-Nya, menuruti perintah-Nya, dan menghindari politheisme. Perkataan ini memberikan beberapa maksud dari al-Qur’an. Dalam beberapa ayat, kualitas Islam sebagai kepercayaan ditegaskan: "Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam..."

Selasa, 02 Agustus 2011

CINTA dan SAHABAT



Sahabat yang beriman ibarat mentari yang menyinari.
Sahabat yang setia bagai pewangi yang mengharumkan.
Sahabat sejati menjadi pendorong impian.
Sahabat berhati mulia membawa kita ke jalan Allah
Ingatlah sahabat, Lalai sesaat adakalanya akan mencucurkan air mata setahun.
kepada sahabat-sahabatku, dengarlah, ini buat aku en kamu, pertama
Kepada sahabat-sahabat ku yang …………

Senin, 02 Agustus 2010

Ska Intifada

Anggota Komisi I DPR yang membidangi informasi dan komunikasi, Ramadhan Pohan, mengapresiasi langkah antv menghentikan seluruh siaran infotainment-nya mulai 2 Agustus 2010 ini.
Komisi I bahkan menunggu televisi lain mengikuti langkah stasiun yang berada di bawah Grup VIVA ini.
"Hal ini mereka lakukan dengan kesadaran sendiri. Kami tunggu stasiun televisi lain mengikuti langkah mereka," kata Ramadhan di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat 30 Juli 2010.
Politisi Demokrat itu menyatakan,

Minggu, 25 Juli 2010

Kekayaan Intelektual

Kekayaan Intelektual merupakan alat penunjang pembangunan ekonomi dan penciptaan kreasi yang pada saat ini belum digunakan untuk memberikan hasil yang optimal di semua negara, terutama di negara berkembang, padahal ia adalah sebuah kekuatan yang dapat digunakan untuk memperkaya kehidupan seseorang dan masa depan suatu bangsa secara material, budaya dan sosial. Kekayaan Intelektual mendukung dan memberi penghargaan kepada kreator, merangsang pertumbuhan ekonomi dan memajukan pengembangan sumber daya manusia, karenanya kekayaan intelektual bersifat memberdayakan.

Karya-karya intelektual yang dilahirkan seseorang dengan pengorbanan tenaga, waktu dan bahkan biaya. Adanya pengorbanan tersebut menjadikan karya yang dihasilkan memiliki nilai, apabila ditambah dengan manfaat ekonomi yang dapat dinikmati, nilai ekonomi yang melekat menumbuhkan konsepsi kepemilikan terhadap karya-karya intelektual tadi. Maka bisa dikatakan